Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mencatatkan kinerja positif selama sepekan. Secara angka IHSG mampu terapresiasi 1,42% sepekan terakhir, meskipun pekan ini, perdagangan hanya dibuka pada 3 hari terakhir yakni Rabu, Kamis, dan Jumat.
Walaupun pada perdagangan Jumat (28/9/2023) IHSG mengalami koreksi tipis 0,16% ke posisi 6.934,64. Berbanding terbalik dengan perdagangan pada dua hari sebelumnya yang berakhir di zona hijau.
Pada perdagangan akhir Jumat, tercatat ada 255 saham menguat, 280 saham melemah, dan 196 lainnya stagnan. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi mencapai sekitar Rp. 12,96 triliun dengan melibatkan 17 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali.
Tercatat pula, pekan ini investor asing melakukan beli bersih (net buy) pada seluruh pasar sebesar Rp 4,01 triliun, dengan net buy sebesar Rp3,82 di pasar reguler.
Menguatnya pasar saham Tanah Air dipicu oleh sentimen positif yang mengguyur pasar keuangan Indonesia. Dari dalam negeri, sejatinya terdapat suntikan positif dari data realisasi investasi pada kuartal I-2023.
Kinerja perusahaan pada kuartal I yang masih kinclong juga diharapkan bisa menopang kinerja IHSG. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada kuartal IV-2022 melonjak 30,3% menjadi Rp 314,8 triliun.
Namun, investor tetap perlu mencermati sejumlah data yang akan rilis pada hari ini. Terutama dari AS, perlambatan ekonomi AS serta persoalan plafon utang pemerintah AS bisa memuat kinerja bursa Tanah Air loyo. Hingga kini, kongres belum juga menyepakati kenaikan plafon utang pemerintah AS.
Sentimen Pekan Depan
Pekan depan akan dipenuhi rilis data ‘hot’, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, terutama Amerika Serikat (AS). Mari kita lihat sentimen domestik terlebih dahulu.
Pada Selasa (2/5/2023), sehari setelah pasar libur memperingati Hari Buruh 1 Mei, akan ada rilis inflasi RI per April 2023. Inflasi Indonesia diproyeksi melonjak pada April sejalan dengan periode musiman Ramadan dan Lebaran.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan inflasi April 2023 akan menembus 0,47% dibandingkan bulan sebelumnya (monh to month/mtm). Inflasi akan lebih tinggi dibandingkan pada Maret 2023 yang tercatat 0,18%.
Hasil polling juga memperkirakan inflasi (year on year/yoy) akan menembus 4,48% pada bulan ini. Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Maret yang tercatat 4,97%.
Pada hari yang sama akan dirilis pula data PMI manufaktur RI versi S&P Global yang diproyeksi masih di area ekspansi, kendati lebih rendah dibandingkan Maret.
Kemudian, pada Jumat (5/5/2023), investor juga akan mencerna rilis data pertumbuhan ekonomi (PDB) RI per kuartal I 2023. Proyeksi ekonom yang dihimpun Tradingeconomics menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan di periode tersebut akan mencapai 5,00%.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I mencapai minimal 5%. Pertumbuhan ini dapat dicapai karena tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pada awal tahun ini masih tinggi dan akan didorong oleh efek musiman bulan Maret ini yang sudah memasuki bulan Ramadhan.
“Kita cukup bagus growth-nya untuk Q1, proyeksi 5% hingga 5,3% untuk seluruh tahun, untuk Q1 kita masih berharap akan mendekati 5% terutama karena tadi dari consumption masih cukup kuat,” ungkapnya dalam konferensi pers APBN KiTa, Selasa (14/3/2023).
Dari luar negeri, pekan depan ada banyak rilis data ekonomi yang menjadi perhatian investor global, mulai dari keputusan suku bunga bank sentral Australia, data inflasi Italia dan Eropa hingga keputusan suku bunga bank sentral Eropa (ECB).
Namun, perhatian utama tertuju pada rilis data tenaga kerja AS dan hasil rapat FOMC bank sentral AS, The Fed, pada Rabu waktu AS. Pekan depan akan ada laporan terbaru tentang pasar tenaga kerja di AS.
Pada Selasa waktu AS, Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) akan merilis Survei Bukaan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS) untuk Maret, yang akan melacak jumlah total lowongan kerja, perekrutan, pengunduran diri, dan pemutusan hubungan kerja dalam sebulan.
Diperkirakan jumlah lowongan kerja akan turun menjadi 9,7 juta pada Maret dari 9,93 juta pada Februari, yang artinya angkanya akan menjadi yang terendah dalam dua tahun.
Pada Rabu waktu AS, perusahaan penyedia gaji ADP akan merilis Laporan Ketenagakerjaan Nasional AS untuk April, yang melacak data gaji sektor swasta. Diperkirakan bisnis swasta akan menambahkan 135.000 posisi, dibandingkan dengan penambahan 145.000 posisi pada Maret.
Hal tersebut bisa menjadi pedoman awal investor sebelum rilis laporan Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat mengenai lapangan kerja non-pertanian (NFP).
Diperkirakan jumlah lapangan kerja hanya akan naik 178.000 pada April, yang artinya peningkatannya adalah yang paling rendah sejak Desember 2020 yang kehilangan 268.000 posisi.
Hal ini menunjukkan adanya perlambatan ekonomi dan pelonggaran pasar tenaga kerja yang selama setahun terakhir tetap ketat seiring The Fed mengerek suku bunga.
Akhirnya, pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari WIB, investor akan menanti keputusan komite rapat FOMC The Fed soal suku bunga. Diperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan federal funds rate (FFR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi kisaran 5% hingga 5,25%.
Hal ini disebut analis dan ekonom bisa menjadi peningkatan suku bunga terakhir dalam upaya pengetatan ala The Fed selama setahun ini.
Sejak Maret tahun lalu, The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 475 basis poin dalam upaya untuk menahan inflasi tertinggi Negeri Paman Sam dalam empat dekade.