Taiwan Tarik Indomie: Motif Kesehatan atau Persaingan Dagang?

A worker holds instant noodle packs at a market in Jakarta, Indonesia, March 12, 2018. Picture taken March 12, 2018. REUTERS/Beawiharta

Pada Senin (24/4/2023), Departemen Kesehatan Taiwan merilis pemeriksaan terhadap dua produk mi instan yang dijual di Taipei. Hasilnya menunjukkan terdapat kandungan etilen oksida dalam mi instan asal Indonesia (Indomie) dan Malaysia (Ah Lai).

Etilen oksida adalah zat kimia yang digunakan untuk pembuatan etilen glikol–zat biang kerok kasus gagal ginjal akut pada anak. Senyawa kimia ini juga lazim digunakan di industri tekstil sebagai pelarut serta untuk campuran deterjen. Jika zat tersebut diserap dalam tubuh, maka akan mengakibatkan seseorang mengalami gangguan imunitas dan sel yang menyebabkan kanker hingga berujung kematian.

Penarikan Indomie oleh Taiwan kali ini bukanlah kasus pertama. Pada tahun 2010 Taiwan juga pernah melakukan penarikan terhadap merek mi instan asal Indonesia tersebut. Menariknya kasus tersebut diselimuti motif tersembunyi yang tidak hanya didasari oleh faktor kesehatan.

Motif tersembunyi

Cerita bermula pada 9 Juni 2010. BPOM Taiwan menyatakan bahwa produk mi instan buatan Indofood yang ada di pasaran tidak sesuai dengan standar kesehatan yang sudah ditetapkan. Bahwa di dalam Indomie terdapat kandungan zat berbahaya seperti methyl phydroxybenzoate (E218) dan benzoic acid (nipagin/ bahan pengawet).

Kedua zat tersebut ditemukan dalam saus kecap dan bumbu kering. Saat diserap tubuh, terjadi reaksi alergi dan pada tahapan kronis menyebabkan kanker yang berujung kematian.

Surat edaran tanggal tersebut kemudian dipertegas lagi pada 10 Oktober 2010. Berdasarkan arsip Detik Finance (11 Oktober 2010), pemerintah Taiwan menyatakan bahwa produk Indomie dilarang masuk dan secara total diberhentikan, termasuk kegiatan jual-belinya.

Kasus ini kemudian menjadi sorotan media di Indonesia dan Taiwan. Sebab, Indomie adalah makanan yang sangat disukai oleh masyarakat di dua negara itu. Di Taiwan, Indomie sudah ada sejak tahun 1995.

Atas kasus ini, pihak Indofood dengan cepat membantah klaim tersebut. Sebab, mereka sudah memenuhi standar keamanan internasional yang telah ditentukan CODEC Alimentarus Commision (CAC), organisasi yang didirikan oleh FAO dan WHO. Terlebih, tidak ada satupun keluhan dari konsumen di negara lain. Jadi, klaim pemerintah Taiwan tersebut tentu menjadi pertanyaan.

Seiring berjalannya waktu, diketahui kalau Taiwan memang menerapkan standar kesehatan sendiri terlepas dari aturan Internasional. Jadi, Indomie ekspor tersebut dianggap ‘berbahaya’ karena tidak sesuai standar Taiwan. Taiwan sendiri memang tidak tergabung dengan forum CAC. (Arsip Detik.com, 11 Oktober 2010).

Terkuaknya fakta ini kemudian berujung pada pembahasan persaingan dagang pasar mi instan di Taiwan.

Dalam buku Tantangan Gurita Bisnis Indofood (2020) oleh Pusat Data dan Analisa Tempo diketahui pemerintah saat itu menduga ada upaya perang dagang oleh Taiwan. Indikasi ini disebabkan oleh pelarangan di tengah meningkatnya penjualan Indomie tanpa alasan jelas di Taiwan. Alasan ini memang logis.

Sejalan dengan itu riset “Motivasi Taiwan Melarang Impor Produk Indomie asal Indonesia Tahun 2010” (2015) oleh Afrizal dan Amalya Lovinna juga memaparkan hal serupa. Diketahui saat itu Indomie adalah produk mi instan terpopuler di Taiwan. Harganya yang super murah membuat banyak penduduk dan pendatang, khususnya para Tenaga Kerja Indonesia (TKI), mengonsumsi Indomie. Maka, tak heran banyak restoran dan kafe yang menjajakan Indomie.

Perlu diketahui, industri makanan olahan, termasuk mi instan, adalah salah satu tulang punggung perekonomian domestik Taiwan. Fakta Indomie menguasai 50% pasar mi instan Taiwan dan mengalahkan merek lokal jelas mengusik pemerintah setempat.

Atas dasar inilah, tulis Afrizal dan Amalya Lovinna, “dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk merubah dan memperbaiki struktur pasar secara nyata, agar dunia usaha lebih terbuka dan lebih banyak pelaku ekonomi dalam negeri yang mempunyai akses terhadapnya.” Dan cara pelarangan atas dasar motif kesehatan itulah tampaknya menjadi opsi yang dipilih.

Mengacu pada polemik pelarangan Indomie tahun 2010, maka perlu dipertanyakan kembali dan dibutuhkan investigasi lebih lanjut untuk membuka tabir penarikan Indomie saat ini.

Apakah hanya perbedaan standar regulasi kesehatan atau ada motif lain yang belum terkuak?

PT Indofood Sukses Makmur Tbk sebenarnya sudah buka suara soal temuan zat pemicu kanker di Indomie tersebut. Mengutip CNN Indonesia, Direktur Indofood, Fransiscus (Franky) Welirang, mengatakan sejatinya produk mi instan yang diekspor perusahaannya sudah sesuai dengan ketentuan BPOM dan Badan Pengawas Makanan dan Obat dari negara tujuan.

“Pada prinsipnya kami mengikuti ketentuan BPOM dan ketentuan FDA dari negara-negara pengimpor produk kami,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/4).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*