HP China Dulu Dihina Kini Raja Dunia, Ini Resep Rahasianya

Ilustrasi Konter HP. (Trio Hamdani/detikFinance)

Petuah bijak selalu meminta kita tidak menilai sesuatu hanya dari tampilan luar, tetapi penampilan memang selalu memunculkan kesan pertama. Begitulah nasib yang dialami semua barang buatan China. Tiap kali melihat tulisan ‘Made in China’ pasti semua orang punya pikiran sama: murah, kualitas jelek, dan cepat rusak.

Intinya, cap negatif selalu menyertai produk buatan China. Berbanding terbalik dengan produk buatan Barat atau Jepang dan Korea, yang selalu diagung-agungkan. Padahal, berdasarkan paparan Bussiness Insider 28,7% produk dunia adalah buatan China.

Besarnya kekuatan buruk ini lantas membuat Lionel Obadia dari Universitas Lyon, Prancis melakukan riset panjang dalam “‘Made in China’-Political and Cultural Valuation of Brand Images, Trade, and Commodities” (2009).

Rupanya diketahui pandangan ini disebabkan oleh kegagalan produsen China mengontrol barang jualannya sejak tahun 1970-an. Akibatnya saat produk China memperbaiki kualitas dan meledak di pasaran, seperti kasus 10 tahun terakhir, masyarakat sudah kadung memiliki pikiran buruk dan ogah membelinya.

Dalam kasus ini, barang-barang sektor teknologi kena getah paling pahit. Teknologi dipandang sebagai barang mahal, sehingga publik akan memilih barang dari merek keluaran terbaik. Singkatnya, mereka tidak mau merugi.

Merujuk paparan Yang Wu dan Yichun Duan dalam “‘Made in China’: Building Chinese Smart Manufacturing Image” (2010), satu-satunya cara untuk mengubah stigma buruk itu produsen harus rela jor-joran keluar uang skala besar untuk pemasaran dalam waktu lama supaya terbentuk brand yang kuat.

Upaya HP China Membuktikan Diri

Cara inilah yang ditempuh oleh dua produk smartphone ‘Made in China’ untuk kuasai pasar dunia: Oppo dan Vivo, yang sebetulnya berada di bawah induk perusahaan yang sama, yakni BBK Elektronics Corp.

Kedua pabrikan tersebut awalnya bukanlah siapa-siapa. Namun, sejak memasuki beberapa tahun terakhir, keberadaannya sukses menantang dominasi Samsung dan iPhone.

Strateginya pun sama seperti yang disebut Yang Wu dan Yichun Dan, yakni promosi. Dalam hal ini keduanya promosi lewat sponsor dan artis.

Mengutip China Daily, sejak tahun 2017 Vivo rela merogoh kocek dalam untuk menjadi sponsor di perhelatan sepakbola internasional. Tercatat Vivo pernah mensponsori FIFA Confederations Cup 2017, FIFA World Cup Russia 2018, dan FIFA World Cup Qatar 2022.

Di Indonesia, mungkin kita tidak lupa saat peluncuran produk baru, keduanya kerap menggandeng artis ternama. Penyanyi Raisa Andriana, misalnya, pernah didapuk jadi Brand Ambassador (BA) Oppo F1S. Lalu ada Nikita Willy dan Cinta Laura yang juga didaulat menjadi BA Oppo. Sedangkan Vivo saat 2019 lalu ‘membajak’ lima stasiun TV nasional dan puluhan artis ternama hanya untuk peluncuran Vivo V9.

Disamping rela keluar uang banyak untuk promosi, pabrikan juga terpaksa menjual produknya dengan harga murah untuk mengambil alih pasar di negara berkembang, termasuk Indonesia. Atau dalam bahasa peneliti William Yuen Yee di Rest of World, pabrikan tersebut menggunakan strategi filosofi China: yindizhiyi (bertindak sesuai kondisi lokal).

Maksud dari filosofi ini nampak dari kebijakan harga. Negara berkembang yang didominasi oleh penduduk kelas menengah ke bawah memiliki ketergantungan tinggi kepada ponsel. Namun, masalahnya mereka tidak punya uang banyak. Alhasil, pabrikan China menyediakan jawabannya. Maka, lahirlah berbagai ponsel pintar buatan China yang super murah.

Akan tetapi, kemurahan harga yang ditawarkan bukan berarti mengobarkan kualitas. Dalam kasus Oppo, misalnya, dia kerap menjadi perintis teknologi smartphone. Mengutip Gadgetsnow, dia sukses menarik pasar orang-orang yang suka berfoto dengan mengusung berbagai teknologi revolusioner di sektor kamera.

Inovasi HP China

Oppo pernah mengeluarkan Oppo N1, HP pertama yang memiliki sistem rotasi kamera. Lalu, lewat Oppo F1 Plus, pabrikan mencatatkan namanya sebagai HP pertama yang memiliki kamera depan 16 MP.

Berkat promosi jor-joran dan harga jual yang rendah, cara ini terbukti efektif mendongkrak penjualan dan menghapus stigma kalau produk China itu abal-abal. Meskipun jika dilihat dari perhitungan bisnis, cara ini menghasilkan margin keuntungan yang rendah.

Kini, merek China menjamur di seluruh dunia. Pemainnya pun makin ramai, meski ada pula yang merupakan sub-brand dari merek yang sudah lebih populer. Selain Oppo dan Vivo, ada juga Xiaomi, Realme, Nothing, OnePlus, HTC, Huawei, Asus, Meizu, Honor, dan sebagainya.

Di ranah global, 5 besar pemain utama industri HP didominasi merek China, yakni Xiaomi, Oppo, dan Vivo. 2 pemain lainnya adalah Samsung dari Korea Selatan dan Apple dari Amerika Serikat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*